Arsitektur Simbiosis: Prinsip dan Metode
Nazarbayev University
Sumber: http://www.kisho.co.jp/index.html
Arsitektur Simbiosis pertama kali muncul
pada zaman postmodern. Postmodern merupakan gaya yang muncul sebagai tanggapan
dari arsitektur modern sebelumnya, yang banyak memunculkan kritik terhadap
pandangan logis dan universal pada gaya arsitekturnya sehingga dianggap tidak
rasional (Ikhwanuddin, 2005: 124). Namun pada akhirnya, para pemikir postmodern
berpendapat bahwa, kemunculan postmodernisme di bidang arsitektur lebih sesuai
jika dilihat sebagai pergantian atau pergeseran paradigma, bukan sebagai lawan
pemikiran. Semua kritikan yang dilontarkan pada ideologi arsitektur postmodern
tak lain hanyalah untuk merevisi bagian yang salah dari pandangan modernism
(Ikhwanuddin, 2005:124).Sumber: http://www.kisho.co.jp/index.html
Postmodern merupakan sebuah gaya yang
menghargai adanya plural atau keberagaman. Pada periode ini muncul tema-tema
dalam arsitektur dari beberapa pemikir era postmodern mengenai penggabungan
keberagaman tersebut dalam perancangan (Ningsar: 1). Salah satu pemikir
arsitektur postmodern tersebut adalah Kisho Kurokawa. Kurokawa berangkat dari
pemikiran postmodern Jencks, dan mengembangkannya lebih lanjut dalam teori
“simbiosis”. (Ikhwanuddin, 2005:29).
Kisho Kurokawa mengajukan
“simbiosis” sebagai dasar pemikiran postmodernismenya dalam buku yang berjudul
Intercultural Architecture (1991). Arsitektur simbiosis sendiri berangkat dari
filsafat simbiosis dengan pendekatan filsafat-kebudayaan (Ikhwanuddin, 2005:73).
Filsafat simbiosis merupakan teks
untuk mendekonstruksi metafisika, logos dan budaya Barat yang begitu diagungkan
(Kurokawa, 1991:163 dalam Ikhwanuddin, 2005:73). Simbiosis sendiri secara
filosofis berarti percampuran dua unsur (budaya) yang berbeda dalam satu
entitas, dalam keadaan kedua unsur tersebut masih independen, namun saling
menguntungkan satu sama lainnya (eksistensi kesatuan dualisme) (Ikhwanuddin,
2005:80). Filsafat simbiosis mencakup simbiosis budaya yang heterogen, manusia
dan teknologi, interior dan eksterior, whole and part, sejarah dan masa depan,
akal dan intuisi, agama dan ilmu, manusia dan alam (Ikhwanuddin, 2005:73)
Sedangkan arsitektur berdasarkan
filsafat simbiosis, atau yang lebih dikenal dengan arsitektur simbiosis adalah
pendekatan yang diwujudkan dengan menelusuri akar sejarah dan budaya secara
mendalam, dan di saat yang sama berusaha untuk menggabungkan (unification)
elemen-elemen dari budaya lain dalam karyanya, sehingga terjadi gabungan antara
dua elemen langgam budaya yang berbeda (Ikhwanuddin, 2005:73).
Tujuan dari simbiosis adalah untuk
membangkitkan makna (evokes of meaning) (Ikhwanuddin, 2005:74). Pembangkitan
makna melalui penggabungan budaya menurut Kurokawa diperlukan, karena tidak ada
satu pun ikon arsitektural ideal yang universal (dapat diterapkan pada semua
situasi dan kondisi). Arsitek harus mengekspresikan budayanya, dan pada saat
yang sama “menabrakkan” (collision) dengan budaya lain, saling menyesuaikan,
tanpa harus satu sisi berusaha mengalahkan sisi lainnya dan memaksakan
nilai-nilai pada lawannya. Sebaliknya, mereka bisa mencari kesamaan, bahkan
sambil tetap dalam keadaan saling menghormati pertentangan yang ada
(oposisi), dan melalui simbiosis menciptakan arsitektur baru (Ikhwanuddin, 2005:74
dan http://www.kisho.co.jp/index.html).
Basic Formula of Symbiosis Architecture
Sumber:Analisis Penulis, 2017
Sumber:Analisis Penulis, 2017
Adapun prinsip simbiosis Kisho
Kurokawa, dapat diketahui berdasarkan kesimpulan Ikhwanuddin (2005: 81) dalam
tabel postmodernisme arsitektur menurut Kisho Kurokawa, dengan penjabaran
sebagai berikut:
1. Simbiosis/ kesatuan dualisme
Simbiosis/
eksistensi kesatuan dualism, merupakan prinsip mendasar dalam arsitektur
simbiosis. Kesatuan dualisme yakni menyatukan dua hal yang berbeda. Dalam
konteks arsitektur simbiosis dapat diartikan menyatukan elemen-elemen dari dua
budaya yang berbeda dalam rancangan.
Budaya
yang dapat digabungkan/ disimbiosiskan beragam dan dinamis. Dapat berupa tampilan
fisik yang dapat disentuh (tangible), ataupun gaya hidup, kebiasaan, sensibilitas
estetik, dan ide-ide yang
merupakan sesuatu yang sulit diraba (intangible) dan dibagi (indivisible) dari aspek kebudayaan dan tradisi (Ikhwanuddin, 2005:75).
merupakan sesuatu yang sulit diraba (intangible) dan dibagi (indivisible) dari aspek kebudayaan dan tradisi (Ikhwanuddin, 2005:75).
Aplikasinya
dalam rancangan dapat dicontohkan berdasarkan karya Kisho Kurokawa berikut:
- Simbiosis dari masa lalu ke masa depan
Simbiosis dari masa lalu ke masa depan diterapkan Kisho Kurokawa pada rancangan beliau “The Hiroshima City of Contemporary Art” melalui penggunaan bahan material secara bertahap dari dasar batu alam, kemudian ke atas batu kasar, batu dipoles, ubin dan paling atas alumunium.
The Hiroshima City of Contemporary Art
Sumber: http://www.kisho.co.jp/page/212.html
Sumber: http://www.kisho.co.jp/page/212.html
- Simbiosis elemen hetergen (budaya Jepang dan Eropa)
Simbiosis ini diterapkan pada rancangan Kisho Kurokawa “Fukuoka Seaside Momochi”. Arsitektur
tradisional Jepang dikutip dalam desain jendela dan kisi,
sedangkan menara cahaya dan ekspresi dinding melengkung memiliki konotasi dari
tanda-tanda budaya Eropa.
2. Respect to history and culture
(penghargaan atas sejarah dan budaya)
Menurut Kurokawa, waktu adalah sebuah
evolusi dari masa lalu ke masa sekarang, dan menuju masa depan. “Time is not a
linier series”, waktu tidak tersusun secara linier.
Jika masa lalu, sekarang, dan masa depan disusun dengan model rhizome (jenis tumbuhan umbi-umbian yang memiliki akar menjalar), kita berada pada jarak yang sama terhadap semua waktu dan bebas menyesuaikan dengan yang mana saja (reativitas terhadap waktu). Oleh sebab itu, pada masa postmodern, konsep diakronik dan sinkronik menjadi penting:
Jika masa lalu, sekarang, dan masa depan disusun dengan model rhizome (jenis tumbuhan umbi-umbian yang memiliki akar menjalar), kita berada pada jarak yang sama terhadap semua waktu dan bebas menyesuaikan dengan yang mana saja (reativitas terhadap waktu). Oleh sebab itu, pada masa postmodern, konsep diakronik dan sinkronik menjadi penting:
- Diakronik (Diachronicity of time): perbedaan budaya yang muncul karena adanya perbedaan waktu terjadinya, dalam satu tempat yang sama (relativitas terhadap waktu pada satu tempat);
- Sinkronik (Synchronicity of place): perbedaan budaya yang muncul karena beda tempat, sehingga masyarakat dan budayanya berbeda (relativitas terhadap tempat/ ruang), dalam satu masa/ waktu (Ikhwanuddin, 2005:75).
Berdasarkan penjelasan di atas disimpulkan
bahwa sejarah budaya yang berbeda baik dari masa lalu, masa sekarang ataupun
masa depan pada hakekatnya saling berhubungan. Oleh sebab itu kita diharapkan
dapat menghargai dan tidak melupakan sejarah dan budaya tersebut pada
rancangan.
Aplikasinya pada rancangan
arsitektur dapat berupa dasar pemikiran sejarah/budaya dari simbiosis yang dipilih pada prinsip pertama sesuai
konteks (objek atau tempat rancangan), untuk
menghasilkan novelty/ gaya khas pada rancangan tersebut. Dengan demikian, penerapan simbiosis kesatuan
dualism pada prinsip yang pertama sebelumnya tidak sembarangan, melainkan
disesuaikan dengan konteks sejarah dan budaya yang ada pada objek atau tempat
rancangan, seperti yang dicontohkan Kisho Kurokawa berikut:
- Honjin Memorial Museum of Art (Synchronicity of place)
Pada rancangan museum ini
didapati penggunaan “geometris murni dari lingkaran sebagai ciri dari periode
Edo di Jepang”, dan adanya “parit dengan kisi-kisi persegi sebagai pagar yang
mengelilingi bangunan, merupakan tanda bahwa tempat rancangan tersebut pernah
menjadi lokasi dari sebuah kastil Cina yang dikelilingi parit”.
- Melbourne Central, Australia (Diachronicity of time)
Pada rancangannya Kisho
memanfaatkan Shot Tower yang merupakan bangunan lama sebagai pengimbang
bangunan modern. Sebuah kerucut kaca yang besar, membentuk sebuah atrium di
pusat perbelanjaan dan di dalamnya terdapat Shot Tower, sehingga
seakan-akan kerucut itu melindunginya (masa sekarang melindungi masa lampau).
Bisa dikatakan bila pengunjung memasuki kerucut itu maka mereka akan berada di
sebuah bangunan modern dan dapat melihat bangunan lama. Keadaan ini bisa
diartikan lagi menjadi,
bila kita sedang berada di masa sekarang, maka kita juga dapat menengok lagi ke
masa lampau (https://azkiarsitek.wordpress.com).
Melbourne Central, Australia
Sumber: http://www.kisho.co.jp/page/226.html
Sumber: http://www.kisho.co.jp/page/226.html
3. Pleasure/ Intermediary zone (di
antara sacred dan profane)
Karakteristik
utama era postmodern adalah dieliminasinya dualisme dan oposisi binomial. Batas
antar perlawanan, seperti antar agama dan sains, artifisial dan alami, teknologi
dan kemanusiaan, sastra murni dan popular, keseriusan dan ironi, kerja dan
permainan, hidup dan mati, perlahan-lahan akan tidak jelas. Di sisi lain, “zona
antara” (intermediary zone) sebagai ekspresi pleasure (kesenangan yang tidak
terikat, dinamis) di antara keduanya yang diterapkan Kisho Kurokawa dalam
arsitektur simbiosis, memungkinkan kreativitas akan makin menonjol (Ikhwanuddin,
2005:75).
Pengertian mudahnya,
intermediary zone seperti halnya stimulus dalam metamorfosis
(larva-kepompong-kupu-kupu, dsb), tidak ada prinsip hidup yang terjadi secara
tiba-tiba atau ekstrem (http://www.kisho.co.jp/index.html, diakses pada 14 Oktober
2016).
Berdasarkan penjelasan di atas dipahami bahwa prinsip intermediary zone
merupakan penerapan zona antara sebagai area transisi dari fungsi/ bentuk satu
ke fungsi/ bentuk yang lain agar perubahan tidak terjadi secara tiba-tiba/
ekstrem.
Aplikasi penerapannya dalam rancangan
arsitektur dapat berupa ruang jalan, plaza, taman, waterfronts, landmark tower,
street scenes atau urban infrastructure (http://www.kisho.co.jp/index.html,
diakses
pada 14 Oktober 2016).
4. Hybrid style
Postmodernisme
mengakui berbagai budaya yang berbeda di dalam jaringan budaya dunia dan
mengizinkannya untuk hidup dalam simbiosis. Dalam arsitektur pun terdapat
penghargaan terhadap kombinasi elemen-elemen yang berasal dari budaya yang
berbeda dan terhadap sebuah gaya turunan baru (a new hybrid style). Produk yang
demikian tidak lagi dikritik sebagai produk kompromistis, namun akan dilihat
sebagai ekspresi positif dari energy multivalent (Kurokawa, 1991).
Arsitektur
postmodern adalah arsitektur yang cenderung pada hibridisasi, yaitu sebuah
konglomerasi (perpaduan) beberapa sistem nilai yang berbeda, atau sebuah order
yang menyiratkan berbagai elemen yang heterogen (Ikhwanuddin, 2005:76).
Berdasarkan
penjelasan di atas dipahami bahwa maksud dari prinsip hybrid style adalah
perpaduan/ kombinasi elemen-elemen yang berasal dari budaya yang berbeda untuk
menghasilkan sebuah inovasi bentukan baru yang menyiratkan berbagai elemen
berbeda tersebut, dengan catatan masih dapat diidentifikasi bentuk atau elemen
aslinya. Prinsip hybrid style sekilas sama dengan prinsip pertama (simbiosis),
namun sebenarnya berbeda, pada prinsip ini yang ditekankan adalah hasil dari
bentukan dua hal yang disimbiosiskan, yakni harus terlihat inovatif, namun
masih tersirat/ dapat diidentifikasi bentukan-bentukan elemen asalnya.
Contoh
penerapannya dalam rancangan arsitektur adalah karya Kisho Kurokawa pada "New
Wing of the Van Gogh Museum" dan "New Enterance of the Van Gogh Museum", Belanda. Pada rancangan
tersebut, Kisho menggunakan bentukan lengkung dinamis yang dipadukan dengan
garis khas arsitektur Jepang yang diolah menggunakan tampilan material kebaruan
berupa kaca.
New Wing of the Van Gogh Museum dan New Enterance of the Van Gogh Museum
Sumber: http://www.kisho.co.jp/page/220.html ; http://www.kisho.co.jp/page/484.html
5. Whole and part (Keseluruhan and
Bagian)
Arsitektur
Simbiosis memberikan perhatian sama besar antara part (individual dan privat) dengan whole (keseluruhan, masyarakat dan publik). Di dalam era modern
“keseluruhan” selalu mendapatkan kedudukan istimewa dibandingkan dengan
“bagian”. Di dalam era postmodern, konsep “whole” akan runtuh, digantikan
dengan konsep “whole and part”. Ini berarti sebuah dunia di mana
kelompok-kelompok kecil mengambil inisiatif untuk membentuk semacam federasi
(Kurokawa, 1991:147-148).
Berdasarkan
penjelasan di atas dipahami bahwa maksud dari whole and part adalah
menyetarakan/ menyeimbangkan antara “keseluruhan dan bagian”, tanpa ada bagian
yang lebih unggul ataupun yang lebih lemah.
Contoh penerapannya dalam rancangan
arsitektur adalah dengan memperhatikan kesesuaian
antara keseluruhan rancangan dengan kondisi lingkungan sekitar maupun bagian-bagian yang spesifik dan detail dari
tiap elemen rancangan, seperti: tekstur dinding, pola, dll, sebagaimana yang
dilakukan Kisho Kurokawa dalam tiap rancangannya (http://www.kisho.co.jp/index.html, diakses
pada 14 Oktober 2016).
6. Simulacra
Zaman postmodern dikenal dengan abad
pertukaran simbol (exchange of symbol). Kata kunci di dalam abad pertukaran
simbol adalah simulacra. Pada abad 21
kita akan hidup dalam sebuah dunia yang dikelilingi oleh simulacra,”Sesuatu yang mirip sesuatu yang lain” (Kurokawa, 1991:151-152).
Era materialisme modern menilai segala sesuatu
berdasarkan terminologi fungsi dan kegunaannya. Bagian-bagian yang tidak tampak
berfungsi ditolak dan dianggap sembarangan. Pada masa postmodern, material dan
mental, fungsi dan emosi, keindahan dan ketakutan, pemikiran analisis dan
sintesis akan eksis di dalam simbiosis. Aspek nonfungsional, seperti desain,
aura, konteks intangible, spiritualitas, akan menjadi makin penting di dalam
masyarakat informasi. Jadi, jika sebuah toko didekorasi ulang, bukan karena
tidak berfungsi lagi atau karena pemanasnya rusak, namun karena simbol dan
tandanya yang sudah ketinggalan (Kurokawa, 1991:150).
Simulacra merupakan perpaduan antara realitas semu dan realitas nyata. Realitas semu berfungsi sebagai nilai simbol (citra), yang memanfaatkan kehormatan, status dan prestise suatu budaya, guna menarik perhatian subjek yang dituju. Sedangkan realitas nyata merupakan nilai tanda (tanda-petanda) yang ingin diwujudkan untuk memberikan dampak positif dalam rancangan.
7. Ambiguity
Ambiguitas
telah menjadi tema utama sains dan filsafat. Jika medernisme mencari kebenaran
yang meliputi semua hal, postmodern mencari kebenaran relatif. Postmodern
adalah penegasian modernism dalam ide dan keyakinannya. Sains
tradisional terbatas hanya sampai pada fenomena sederhana yang memiliki aturan
jelas (order), mengabaikan yang tidak
teratur (disorder) dan chaos. Sains postmodern mempelajari
fenomena order dan disorder, dan hubungan antara keduanya (Kurokawa, 1991:151).
Ambiguitas
makna diciptakan dengan memperlawankan identitas, melalui penguatan dan
sekaligus penolakan pada tataran konsep (Kurokawa, 1991: 46). Empson (1930),
dalam Kurokawa (1991: 82), menjelaskan cara mencapai ambiguitas adalah:
a)
Jika dua makna atau lebih diubah jadi
satu
b)
Jika makna yang tampaknya tidak
berhubungan diletakkan serempak
c)
Kombinasi makna alternatif makin
menampakkan kerumitan pikiran pencipta
d)
Jika penuh dengan kontradiksi
(Ikhwanuddin, 2005:77).
Berdasarkan
penjelasan di atas dipahami bahwa ambiguity adalah memberikan makna relatif
dengan mengkombinasikan dua atau lebih makna. Ambiguitas yang dimaksud bukan
karena ketidakjelasan tujuan, melainkan ambiguitas yang dihasilkan dengan
tujuan tertentu (purposefully) secara kreatif (creatively). Ambiguitas di sini
sebagai intisari makna yang baru secara keseluruhan (http://www.kisho.co.jp/index.html,
diakses pada 14 Oktober 2016).
Kemudian metode perancangan utama yang
digunakan Kisho Kurokawa dalam rancangan arsitekturnya adalah Metode Hibridisasi, yakni
metode untuk mengkombinasi elemen-elemen yang berbeda untuk menghasilkan
turunan baru. Hibridisasi merupakan metode yang digunakan dalam proses pengolahan
bentuk, dengan cara:
1.
Quotation: pengambilan
elemen dari berbagai budaya (tubrukan kebudayaan yang berbeda (Kurokawa, 1991:
160), dengan cara menelusuri dan memilih perbendaharaan bentuk dan elemen
arsitektur di masa lalu/ karya arsitektur yang telah ada sebelumnya, yang
dianggap potensial untuk diangkat kembali. Artinya menjadikan arsitektur masa
lalu sebagai titik berangkat, bukan sebagai model ideal, karena dianggap telah
diterima dan dipahami oleh masyarakat;
2.
Collision: percampuran/
penggabungan antar budaya yang berbeda, yakni dengan menggabungkan langgam bentuk
dari budaya yang berbeda;
3.
Introduce
Noise: memanipulasi/ memodifikasi elemen-elemen dari langgam budaya yang
digabungkan dari hasil quotation pada tahap sebelumnya (Ikhwanuddin, 2005:80).
Beberapa teknik yang digunakan dalam
manipulasi (Erdiono dan Ningsar:14, komparasi arsitektur hybrid dan arsitektur
simbiosis, http://www/ejournal.unsrat.ac.id, diakses
pada 08 Februari 2017), adalah sebagai berikut:
a. Reduksi atau simplifikasi, reduksi
adalah pengurangan bagian yang dianggap tidak penting. Simplifikasi adalah
penyederhanaan bentuk dengan cara membuang bagian-bagian yang dianggap tidak
atau kurang penting, misalnya dekorasi dengan pola tumbuh-tumbuhan yang rumit,
menjadi pola garis atau datar tanpa pola sama sekali;
b. Repetisi, pengulangan elemen-elemen yang
diquotationkan sebelumnya;
c. Distorsi bentuk, pengubahan bentuk dari bentuk
asalnya, dengan cara misalkan dipuntir (rotasi), ditekuk, dicembungkan,
dicekungkan, dan diganti bentuk geometrinya;
d. Disorientasi, perubahan arah (orientasi) suatu
elemen dari pola atau tatanan asalnya. Orientasi meliputi orientasi arah mata
angin, depan-belakang, dan atas-bawah. Disorientasi model dilakukan dengan
mengubah pola orientasi yang baku pada model, misalnya utara-selatan menjadi
timur-barat;
e. Disproporsi, proporsi berkaitan dengan
perbandingan ukuran atau dimensi elemen, atau antara elemen dan keseluruhan.
Ada beberapa sistem proporsi, seperti golden section, modular dan proporsi
harmoni. Pada disproporsi, perubahan proporsi tidak mengikuti sistem proporsi
referensi (model);
f.
Dislokasi, perubahan
letak atau posisi elemen di dalam model referensi sehingga menjadi tidak pada
posisisnya, seperti pada model referensi.
Selain metode hibridisasi untuk pencarian
bentuk, metode lain yang digunakan Kisho Kurokawa dalam segi makna adalah
Metode Simbolisasi/ Simulacra, yakni
penciptaan dan pertukaran simbol-simbol yang dilakukan dengan teknik asosiasi
dan bisosiasi, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Asosiasi, menghubungkan antara dua hal dengan
beberapa hubungan;
2. Bisosiasi, menggabungkan dua hal yang tidak
berhubungan sama sekali
(Kurokawa, 1991:147 dalam Ikhwanuddin, 2005:76).
-Yanma Rika M., 2018-
(Kurokawa, 1991:147 dalam Ikhwanuddin, 2005:76).
-Yanma Rika M., 2018-
JTA Casino No Deposit Bonus Code - JTGHub
BalasHapusWelcome 강릉 출장마사지 to JTA 충주 출장마사지 Casino, where all of 순천 출장마사지 our casino games are streamed via 전라북도 출장샵 live channels and instant-play, thanks to JTG Hub's HTML5 김포 출장안마 casino